Setelah istirahat 2 hari, sejak kedatangan ku hari sabtu, 19
oktober 2013. Senin 21 oktober adalah hari pertamaku masuk mengajar ke kelas. Pagi-pagi
aku sudah mempersiapkan segalanya, menimbah air, mandi, masak, sarapan. Pagi
ini aku memilih kostum hitam putih ditambah almamater kebanggaanku (jaket sm3t
hitam). Kulangkahkan kaki menuju ke halaman sekolah, sepi sangat, hanya
beberapa siswa dengan seragam lusuh menyapu ruang kantor dan halamannya. Saya
tidak tahu berbuat apa-apa. Gedung sekolah permanen, kursi dan meja lebih
banyak dari siswanya. Guru, iyaahhh,,, siapa guru yang mengajar selama ini
gumamku. Sedikit aku beranikan diri bertanya kepada siswa yg sedang menyapu
daun bunga kertas yang berguguran d halaman kantor sekolah. “Adek, Guru lain mana?” tanyaku tanpa
menyapanya lebih awal, “eeeeemmmm belum
datang pak Guru,Pak kepsek masih dirumahnya” jawabnya setelah berhenti
menyapu dan menyilangkan tanganx didepan.
Setelah
menunggu beberapa menit, pak kepsek datang dengan rotan sebesar jempol kaki. “apel….
Apel…….” Teriaknya sambil mengayung-ayungkan senjata rotannya.
Serentak anak-anak berbaris, “siap
eigggg, lanjang depan eigggg… tegap eigggg…..” bag tentara semangatnya. Pak
kepsek menyeruhkan posisi istirahat, point demi point disampaikan dan aku bisa
menarik kesimpulan bahwa hari ini adalah pertama efektif sekolah.
Lalu ada apa dengan marniks?...
Marniks, salah satu siswa kelas
3/XII yang akan tamat tahun ini.
Cambangnya yang brewok, jarang senyum. Hari itu aku menerapkan model CBSA
(Catat buku sampai habis), aku mendikte di depan siswa sementara siswa menulis
apa yang aku bacakan, beberapa diantara mereka menggunakan buku baru. Marniks
dengan buku lusuhnya dan pulpen yang menari-nari diatasnya rupanya bersandiwara.
Dia berpura-pura menulis, sangat serius bahkan sesekali mengulang apa yang
kudiktekan. “bagian bagian peta
adalahhhh…..”, seakan-akan dia lambat menulis. aku menghampirinya, bukunya
masih kosong, tak satupun kalimat bahkan kata yang ada disana. “kamu, kenapa tidak menulis ?” marniks hanya diam. “namamu siapa?” marniks masih diam. Saya memperhatikannya, takut
juga rasanya dengan siswa ini, badan besar, cambang brewok, diajak bicara hanya
diam, mata menyala dan badannya lebih besar. Jujur saja aku takut, dan sudah
pasti seandainya dia menghantam saya, kiri berarti rumah sakit kana berarti
kuburan.
Aku pura-pura lupa dengan kejadian
tadi, kulanjutkan mendikte siswa ku. Tanpa melirik marniks (apalagi menatap
matanya).baris demi baris aku bacakan, sambil berjalan ke setiap sudut kelas,
1hal yang saya sadari, bukan Cuma marniks yang tidak menulis, Sedikit aku
curiga, “ada apa ini?....” . Di sesi
terakhir aku membagikan kertas hvs ke siswa ku, mencoba mencari informasi
sedikit lebih dalam dari mereka, aku menyuruhnya menuliskan biodata nama,
tanggal lahir, cita-cita, dan sebagainya. lagi-lagi hanya beberapa siswa yang
mengerjakannya. Entah karena apa, hanya guru-guru sm3t lah yang mampu menjawabnya.
Di sore hari aku sementara
menikmati perbincanganku dengan teman guru, Pak Jono (bukan orang jawa) nama
lengkapnya sujono pither. Guru bahasa Indonesia, keturunan toraja yang juga
mengadu nasib di tanah papua. Tiba-tiba marniks datang dengan noken yang ia
gantung dikepalanya, baju lusuh, tanpa sandal, dan keringat yang membasahi
bajunya, Meletakkan nokennya di depan pintu. ”Slamat Sore Pak Guru …” sapanya,”
sore marniks…. “ begitu sapa Pak Jono sambil beranjak dari tempat duduk
sambil memperhatikan isi noken marniks, akupun senyum ngangguk ke marniks
(masih teringat kejadian pagi tadi di ruang kelasnya). Marniks, dengan sedikit
gugup, nada suara sangat rendah, mulai membuka pembicaraan, “ini Pak Guru, saya ada bawa sayur ini, Buah,
dan ikan asar untuk pak guru dorang, ini saya mo minta maaf ke pak guru kahar,
karena tadi pagi saya tidak mencatat, Pak Guru Maafkan kah….!” Kemudian marniks
sedikit mengangkat kepalanya “Pak Guru,
Besok-besok saya mo belajar catat buku” . aku hanya tersenyum dan mengajak
marniks masuk rumah, tapi marniks menolak dengan alasan badannya masih belum
bersih dari kebun. “Kalo begitu nanti
malam ko datang kesini” sambil memegang tangannya. Dia pun pamit untuk
pulang mandi
Sejak saat itu, marniks selalu
datang lebih awal, singgah di rumah dinasku meminta kunci kantor, bendera, terkadang
ia meminta air minum segelas sekedar membasahi tenggorokannya. Kadang diacara kampung,
saya selalu dengan marniks. MARNIKS ADALAH REFLEKSI SISWA-SISWAKU
No comments:
Post a Comment
Komentar Anda ?