Monday 18 May 2015

PERNAH KAH KAU BERFIKIR “AKU SEMAKIN KOLOT DI ASRAMA PPG INI?



Berawal dari perbincangan yang tidak santai dilantai dasar, setelah menelpon ke rumah dan otak ini dipenuhi dengan masalah rasa ketidak adilan kebijakan seorang ayah. Seakan saya mau teriak, kadang ingin mengeluarkan kata-kata yang tidak etis “an…..ng” “su……..a”. ditambah dengan tugas perangkat pembelajaran yang menungguku di lantai 3, kamar 307.
Lingkungan apa ini?, dikelilingi dengan jeruji-jeruji besi, lingkungan yang begitu sempit diawasi dengan 3 satpam dan kurang lebih 20 cctv, absen sidik jari (pinjer, pinger, pinter, printer, pokoknya itulah, yg Cuma tahu dua kalimat “thank you” atau “please try again” kadang saya membayangkan diakhir kalimat itu ada sedikit desahan “aaaahhhhhh” dari suara wanita itu),belum lagi bunyi fire alarm di saat pagi, dan waktu makan (dan bagaimana jika ada kebakaran lalu fire alarm ini berbunyi kemudian guru2 ppg ini turun ke kantin dengan rantang unik dan botol masing-masing)
belum lagi antrian disaat makan, yang alurnya sudah saya hafal luar kepala (piring ke sendok ke nasi ke sayur ke lauk1 ke lauk 2 dan terakhir sambal kalau belum habis)
dan tentunya saya juga sudah hafal pasangan menunya, misalnya kalau breakfast(terong = semur tahu),(bihung=sambal tempe campur ampela ayam),(soto banjar=telur),(sop kol=tumis tempe tahu),(nasi goreng,timun,telur ceplok), lunch/dinner (ikan bolu goreng=sayur santan labu kacang panjang),(ayam sambal kecap/kering=sop kol,wortel,kentang)(sayur bening=ikan bakar sambal dabu), dan beberapa hasil penelitian teman misalnya kesimpulan
“jika siang=ikan maka malam=ayam hukum berlaku kebalikan”
“telur lebih duluan dari pada ayam, karena telur biasanya datang pada saat sarapan, dan ayam selalu datang siang atau malam”
Aghhh,, ini serasa film sainsfiksi yang dikeluarkan hollywood
ditambah animo ketakutan akan penilaian-penilaian yang akan menentukan kesuksesan kita pada akhirnya, peer assestment, penilaian pamong, apalah-apalah. Bahkan sebelum Gong berbunyi dan instrument penilaian ditangan, sudah banyak teman menilai dengan standar penilaian masing-masing, dan jujur aku sudah melakukan hal sama, menilai teman dengan standar penilaianku sendiri.
Jujur pernah aku berfikir “AKU SEMAKIN KOLOT DENGAN LINGKUNGAN SEMPIT INI ?”,dan saya yakin bukan Cuma saya pastinya merasakan hal yang sama. Dipenjarakan dengan aturan-aturan, dengan jeruji-jeruji besi, dengan absen fingerspot, dengan perangkat pebelajaran (rpp-bahan ajar-media-lkpd-evaluasi-presentasi-bantai-perbaikan-peerteaching), dengan kegiatan asrama (silabus-sains-english day-seni-kerja bakti), bahkan aku merasa terpenjara dengan wajah-wajah yang itu-itu saja aku temui tiap hari, (ditempat makan, ditangga, dikamar mandi,dipete-pete, ruang workshop) wajah itu semakin meruncing ke satu titik kata “GURU”.
Yah… itu dia, GURU adalah cita-cita sebagian besar masyarakat kecil ini, “SELESAI INI, AKU AKAN JADI GURU”, dan jujur saya memaksakan diri untuk mengatakan hal yang sama dengan redaksi bahasa lain “YA SUDAH LAH, MUNGKIN JADI GURU MEMANG TAKDIRKU”. Wajar saja, karena sejak orientasi, kita memang diorientasikan menjadi guru professional. Dan jujur tanpa aku sadari hal itu menyempitkan pemikiranku dan meng”IYA”kan bahwa PPG sm3t=Guru atau mati. 3 bulan PPG SM3T ini aku lalui, dan tantangan terberat bukan pada penjara-penjara tadi, tapi ada rasa mengganjal “wah…., saya ikut PPG ini, artinya memang saya sudah patok diriku untuk menjadi guru, setelah ini saya akan mendaftar cpns guru jalur umum, atau mungkin ikut lagi program GGD bagaimana jika tak lulus keduanya?” hanya itu PPG-jadi guru- mati-mengharap amal jariah (kalau mendidiknya dengan hati, bagaimana jika hanya dengan GAJI).
Hingga pada suatu malam aku bertemu dengan seorang teman sebut saja FS, dengan bahasa sederhananya “bagaimana kalau kita sedikit keluar dari pola fikir tentang orientasi PPG ini?, misalnya dari PPG ini kita dapat pelajaran bagaimana mengatur keluarga kita kelak, atau dari PPG kita bisa mendapatkan calon keluarga kita he…he…he…he….(sambil senyum), atau bisa jadi kelak relasi bisnis kita dari teman-teman PPG mereka kan cerdas-cerdas dan sudah pasti siap diajak kerja sama, bagaimana kalau waktu setahun ini kita gunakan untuk mengevaluasi masa lalu dan merancang ulang bangunan masa depan kita yang belum sempurna? Bagaimana jika ini memang sudah tertulis di lauhun mahfuz dan sudah merupakan rencana terindah dari Sang Sutradara yang MAHA HEBAT. Jalani maki saja, dan maksimalkan prosesnya, totalitas ji dibutuhkan. Just do it without ngeluh-ngeluh,, hahahaha…..
Jadi PPG bukan hanya tentang jadi GURU dan iming-iming tunjangan PROFESIONAL, ini tentang kwalitas hidup teman. Kita dibatasi dengan lingkungan, diawasi dengan cctv, dinilai oleh masyarakat kecil, pola tidur dan makan diatur, bukan berarti kebebasan kita dipenjarakan tapi bagaimana kita menyikapi LINGKUNGAN KECIL INI sebelum kelak kita berada di LINGKUNGAN BESAR DENGAN MASYARAKAT LUAS.
Bebaskan fikiran kita, karena  fikiran tak akan mampu dipenjarakan

PPG ≠ HANYA GURU
PPG = GURU PROFESIONAL + KWALITAS HIDUP LAINNYA

 (mohon masukan, lagi belajar nulis….)

2 comments:

Komentar Anda ?