Tuesday 20 October 2020

SAJADAH CINTA DARI SANG IBU

Sajadah, pastilah kita tahu. alas ketika shalat yang lembut berbentuk persegi panjang. Cukup untuk satu orang. Namun pada kesehariannya terkadang kita berbagi dengan orang di samping saff kita yang tidak membawa sajadah ke masjid.



Dituliskan ini saya ingin berbagi sedikit kisah, tentang sajadah lusuh yang saya pakai hingga hari ini. Sajadah kecil, dengan tulisan Kaharman di bagian atasnya ini adalah pemberian Emma ku (red: ibu)

Sajadah ini dibelikan oleh emma'ku waktu mau masuk ke pesantren DDI Mangkoso. Ibu membelinya di pasar tradisional yang ada di kampung (kalitata) dengan beberapa perlengkapan lain sebelum mondok di pesantren Mangkoso. Tapi hingga hari ini sajadah ini yang masih aku simpan. Entah kemana lagi barang lainnya. Seperti selimut, kelambu, ember, songkok, Al-Qur'an Yang dibeli bersamaan hari itu.

Hari ini, aku memakainya. Sebab sajadah lainnya sementara dicuci. Aku baru menyadari sajadah ini telah menemaniku 18 Tahun sejak Idadiyah di Pondok pesantren DDI Mangkoso, MTS di tonrongnge, SMA di Masamba, semasa kuliah di Makassar, hingga SM-3T di Papua dan sekarang mengikuti Program GGD di Pulau Buru. Sudah sedikit kusut dan tipis. Tapi tak mengurangi khidmat bersujudku.

Saya ingin mengutip sepenggal hadist:
"Ma nahala walidun waladahu afdala min adabin Hasani"
Artinya: tak ada yang lebih baik pemberian orang tua kepada anaknya selain didikan Akhlakul Karimah yang baik.

Secara tidak langsung amma'ku telah mengejawantahkan pemberian Akhlakul Karimah nya melalui sajadah ini. Mungkin shalatku belum sempurna, tapi setidaknya saya telah mewajibkan shalat atas hidupku sebagai amanah agamaku dan amanah orangtuaku. Orang tua yang mengirimku ke pesantren dahulu, kakek yang tak segan-segan memukulku ketika lalai shalat adalah bentuk pendidikan keras atas agama yang merupakan tanggung jawabnya.

Pun secara tak langsung, ketika aku menggunakan sajadah ini, pahalanya mengalir ke orangtuaku, bahkan jika saya tak memakai sajadah ini, semoga Allah mengalirkan pahala untuk amma dan bapak pula. Hingga kelak di hari hisab, anakmu ini bisa menjadi syafaat dan menarik tanganmu ke dalam syurga.

Perjalanan menjadi Santri walau hanya sampai Tsanawiyah adalah sebuah mozaik hidup yang tak bisa terlupakan. Ada warna tersendiri yang melekat dalam diri sebagai anak santri. Berikut hal yang mungkin sempat kita rasakan bagi Alumni santri yang pernah mondok d pesantren Manapun. 
1. Disiplin segala hal dalam keterbatasan.
Subuh bangun wudhu, shalat subuh, pengajian kitab kuning, mandi, kesekolah, belajar pelajaran umum, shalat dhuhur, lanjut belajar, pulang, makan siang, istirahat, shalat ashar, ngaji, main bola di lapangan miring, mandi, siap-siap ke masjid, shalat magrib, pengajian kitab kuning, shalat isya, pulang asrama makan, belajar, menghafal, mendaras bacaan, bangun shalat lail, hingga subuh kembali. 
Begitu keseharian kita, dari hari ke hari, hari berganti Minggu,Minggu berganti bulan, hingga setahun.
2. Kebersamaan dalam segala hal
Belajar bersama, menghafal bersama, tidur bersama, makan bersama, Semisal jika ada salah seorang santri mendapat kiriman orang tua, maka wajib hukumnya ada kue yang dimakan bersama, atau ada pelanggaran yang tidak tahu siapa pelakunya, maka Pembina akan menghukum berjamaah. Bahkan pernah kejadian kami santri pernah terkena wabah kudis berjamaah hingga penyakit cacar air berjamaah. 
3. kerinduan yang memuncak
dahulu waktu masih mondok, satu-satunya teknologi di kampus yang bisa mengobati kerinduan adalah Wartel di samping Masjid Tonronge, orang tua kita harus menelpon dua kali di kampung. telepon pertama diangkat oleh operator WARTEL, lalu diumumkan melalui TOA masjid. 
"Assalamu alaikum Wr. Wb. berita Panggilan ditujukan kepada santri atas nama Kaharman asal kabupaten Luwu Utara agar segera menuju ke WARTEL karena orang tuanya menelepon." 
lebih kurang begitu pengumumannya dilanjut dengan pengumuman dengan bahasa arab dan inggris. lalu santri yang disebut namanya harus tergopoh-gopoh naik ke wartel karena Posisinya berada di puncak bukit. lalu menunggu telepon kedua untuk berbicara dengan orang tua.
Atau berapa lembar surat yang kita kumpul dari orang tua. kiriman berupa 1-2 kardus dengan 1 karung beras adalah kebahagiaan tersendiri, biasanya didalam kardus terselip sebuah sobekan kertas yang berisi tulisan sederhana Orangtua sebagai pengobat rindunya kepada sang anak.
Assalamualaikum Wr. Wb. 

Ananda kaharman di Ponpes DDI Mangkoso, Alhamdulillah Mama dan bapakmu dalam keadaan sehat wal Afiat dalam menulis surat ini, semoga Nanda di pondok juga demikian, selalu dalam lindungan Alla SWT.

Mama minta maaf karena baru berkabar karena mobil panther langsung Lanisi tidak jalan sebulan karena rusak. semoga surat ini bisa mengobati kerinduan Nanda. Bersama surat mama kirim sedikit makanan, ada goreng goreng lure tempe, jabu-jabu' (Abon kelapa) dan sakko-sakko. semoga cukup sebulan untuk Lauk nanda. maafkan mama ndk bisa kirim banyak karena mendadak mobilnya mau berangkat. 

Nanda kahar

Belajar yang rajing, jaga kesehatang, baik baik sama temammu semua. di sini mama selalu mendoakang ananda, tolong doakan juga mama dan bapak sehat-sehat bisa mencari rejeki untuk kalian.

sabarki menuntut ilmu nak untuk masa depannta sendiri, wedding t assulo ri atuong lino nenniya akheratta. salam sama Pembinata, hanya dia orangtuamu dipondok

                                                                                                            Dari Mama di Kampung

terkadang secarik kertas surat lusuh itu kita simpan, dikoleksi. sesekali dibuka dan dibaca kembali saat rindu itu memuncak. atau sekadar pengobat gunda kalah semangat mulai turun. dibaca saat tengah malam diatas sajadah itu, sambil meneteskan air mata. atau saat sore hari kala hujan membasahi lapangan miring di depan asrama.

4. Menghafal dan Belajar Adab adalah hal utama.

sehari satu halaman Al-Qur'an adalah hal wajib di asrama Darul Huffadz Blok B Mangkoso, jika tidak maka kabel hitam siap-siap meluncur di telapak kaki, begitupun deres Barazanji. hingga Tsanawiyah menghapal adalah kewajiban setiap santri. setiap santri diwajibkan menghapal 1 JUZ/Tahun artinya jika santri seesai tsanawiyah setidaknya sudah ada 4 Juz dihapal, atau 7 Juz jika selesai Aliyah. 

Pernah sekali saya mencuri mangga bersama teman di belakang Asrama lalu Pembina Asrama (Pak Mukhsin) menemukan kami yang sedang asyik bertengker makan mangga muda yang dicocol di garam, Hukumannya bukan dijewer atau lari keliling Pondok. tapi mangga sisa yang kami gigit dan sudah kami lepas di tangkainya kami harus bawah ke empunya mangga untuk meminta halalnya. pelajaran kejujuran dan tanggung jawab yang saya ingat sampai hari ini. bahwa makanan yang tidak masuk dalam tubuh itu sama sekali tidak memiliki Berkah. 

5. Barakka'na Anre Gurutta

Tak jarang kita temukan Alumni Pondok pesantren yang survive dan terbilang sukses apapun profesinya, semua itu karena Barakka' nasaba Paddisengeng pole ri Gurutta
karena uztads dan atau Gurutta tak sekedar mentransfer ilmu dan adab di Pondok. tapi lebih dari itu, kami sebagai alumni Pesantren juga merasakan adanya Transfer Spritual yang selalu kami bawa kemana-mana.  ada semacam aura tersendiri saat kami bersosial di tengah-tengah masyarakat atau bertemu dengan kolega. hingga saat ini kami alumni santri bersyukur kepada Allah adalah sebuah kepastian. tapi kami juga selalu mengingat bahwa tentunya ini berkat perantara barakka dari Gurutta saat di pesantren.

Akhirnya. Ya Rabb, terapkanlah hatiku dalam agamamu, dan kuatkanlah badanku untuk menjalankan ibadahmu, jadikanlah tiap tarikan nafasku zikir kepadamu. Agar dihari hisab kelak timbangan amal kebaikanku lebih berat dan mampukan aku menjadi safaat untuk orang-orang yang aku cintai dan mencintaiku atas namamu.
Silewa (Kampung muallaf Pulau Buru)
22 Oktober 2019

Diedit ulang
21 Oktober 2020
Selamat hari santri Nasional
Semoga ilmu yang kita dapatkan menjadi jariyah kepada ustadz / Gurutta yang telah mengajarkan ilmu dan adab kepada anak-anaknya. Amin.

No comments:

Post a Comment

Komentar Anda ?